One site of Kerinci

Rabu, 05 Agustus 2009

Ruwetnya Pengurusan SIUP + TDP:
Saran Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten
1
Oleh. DR. Aulia Tasman, SE, M.Sc
2
Pemerintah Daerah berkewajiban sekali dalam menata adminstrasi pemerintahan
agar pelayanan prima yang selalu didengungkan untuk mencapai pemerintah yang
efektif dan efisien dalam menata pembangunan dan kehidupan bermasyarakat,
namun sering sekali kebijakan yang diambil sangat bias dengan kenyataan.
Kemudahan yang seharusnya diberikan aparat pemerintah sebagai abdi negara dan
masyarakat kadang kala menjadi beban yang terlalu berat bagi masyarakat untuk
mengikutinya. Kalau terjadi ketidakcocokan antara yang diharapkan dengan
kenyataan sering pula pihak masyarakat yang dipersalahkan padahal
‘membangkangnya’ masyarakat terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah disebabkan oleh kelemahan dari sistem pemerintahan itu sendiri. Rantai
birokrasi yang panjang, biaya pengurusan yang tidak jelas dan tidak transparan,
waktu pengurusan yang cukup lama, dan tumpang tindih kepengurusan izin
(misalnya) menyebabkan sebagian besar masyarakat enggan berhubungan dengan
pemerintah kecuali kalau sudah sangat terpaksa.
Permasalahan yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh kalangan
pemerintahan kota sekarang ini antara lain bahwa sebagian SPBU dan Pangkalan
Minyak Tanah dan banyak sekali unit usaha komersial di Kota Jambi yang tidak
mempunyai SIUP dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) padahal sudah sering kali
dianjurkan untuk dibuat, malah sampai dengan ancaman penutupan usaha kalau tidak
diurus. Himbauan dan ancaman ini tampaknya tidak efektif dalam membujuk
masyarakat mengurus izin yang telah disyaratkan oleh pemerintah daerah.
Kita perlu bertanya dan mencari sebab kenapa itu terjadi? Pemerintah
Kabupaten/Kota harus mengkolidasi dan koreksi terhadap mekanisme perizinan yang
ada pada dinas-dinas yang berkaitan dengan perizinan agar permasalahan yang terus
menghambat efektivitas kerja dinas-dinas yang bersangkutan. Kalau tidak demikian
pelayanan prima yang diharapkan terjadi dalam masa Otonomi Daerah tidak pernah
tercapai.
Sebagai bahan kajian dan masukan bagi pemerintahan kabupaten/kota,
khususnya untuk pemerintah Kota Jambi. Berikut ini akan diuraikan pengalaman
nyata sebagai konsultan dalam mengurus SIUP dan TDP untuk beberapa perusahaan
yang ada di Kota Jambi. Perlu saya garis bawahi bahwa uraian ini bukan untuk
menjelekkan kinerja pemerintahan Kota Jambi dan pemerintahan Kabupaten lainnya,
melainkan sebagai bahan masukan dalam mempermudah masyarakat mengurus
perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah. Mungkin saja suka duka pengurusan izin
ini tidak disadari oleh pemerintah bagaimana sulit, dan panjang dan ruwetnya
pengurusan SIUP dan TDP. Malah ada yang lebih ceroboh bahwa ada satu
kabupaten di Provinsi Jambi mewajibkan seluruh perusahaan mengurus SIUP
padahal tidak semua perusahaan harus mendapatkan SIUP dari pemerintah
kabupaten/kota.
1
Bahan Diskusi dengan Pemda Kota Jambi tentang Mekanisme Perizinan Satu Atap, September 2007.
2
Dosen Fakultas Ekonomi Unversitas Jambi
1
Tidak banyak orang mengetahui bahwa kegiatan investasi terdiri dari dua macam :
(1) investasi berfasilitas – misal fasilitas bea masuk, tax holiday, impor bahan baku,
penggunaan tenaga kerja asing dan sebagainya, maka izin yang disyaratkan adalah
Izin Usaha Sementara (IUS) dan Tetap (IUT-untuk yang sudah komersial) melalui
Kantor BKPM dan perpanjangan tangannya Kantor BAPEMPRODA untuk Provinsi
Jambi. Perusahaan yang tergolong dalam kelompok seperti Petro Cina, Indosawit
Subur, Asiatic Persada, WKS, Lontar Papirus, dan banyak yang lainnya. tidak wajib
mendapatkan SIUP karena dalam IUT sudah termasuk izin usaha tetap (IUT), izin
ekspor, izin pengolahan dan izin-izin lainnya. Pernah satu kabupaten di Provinsi
Jambi mewajibkan perusahaan kelompok ini mengurus SIUP, ini kan teledor
namanya ; (2) kegiatan investasi non-fasilitas – seperti pendirian CV, PT dan
perusahaan perorangan lainnya ini yang harus memerlukan SIUP dan TDP,
sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) izinnya dari Bank Indonesia Pusat, tidak
perlu SIUP dan yang dibutuhkan adalah TDP dari Kantor Walikota dan Bupati
setempat.
Berikut ini adalah uraian pengalaman nyata mengurus SIUP dan TDP (kasus
untuk Kota Jambi mungkin juga sama dengan kasus di kabupaten), bahwa untuk
mengurus SIUP dan TDP memerlukan syarat-syarat (masing-masing dinas/instansi
ada yang sama dan ada yang berbeda) sebagai berikut : (1). Izin/advis kelurahan, (2).
Akta Notaris Perusahaan, (3). Izin dari Kelurahaan, (4). IMB, (5). Rekening Listrik, Air
dan Telepon, (6). Pas Photo pengurus, (7). KTP Pengurus (direksi), (8). Lunas PBB,
(9). Izin/advis dari Kecamatan, (10). NPWP, (11) Gambar/denah Bangunan, (12).
Rekomendasi Damkar, (13). Retribusi Kebersihan dan Pajak Reklame, (14). IPB, (15).
SITU, (16). SIUP
Perusahan tidak untuk kepentingan umum, seperti izin ruko, swalayan, industri
batu bata, toko dan lainnya harus melalui 8 (delapan) meja birokrasi, urutannya
birokrasi yang harus dilewati sebagai berikut :
No. Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No.
1. Kantor Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5,
2. Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7
3. Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
4. Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
5. Dispenda Pajak Reklame dan Retrb. Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6. Dinas Tata Kota Surat Izin Tempat Usaha – SITU 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 13
7. Dinas Perindagkop SIUP 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13 dan 14
8. Kantor Walikota Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15,
dan 16
Sedangkan untuk perusahaan yang berhubungan dengan kepentingan umum,
seperti rumah sakit, bank, SPBU, Koperasi dan lainnya harus melalui 11 (sebelas)
meja birokrasi, urutan pengurusan yang harus dilewati adalah :
No. Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No.
1. Kantor Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5,
2. Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7
3. Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
4. Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
5. Dispenda Pajak Reklame dan Retrb. Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6. Dinas Tata Kota Surat mendapatkan rekomendasi Damkar Tidak pakai syarat
7. Dinas Damkar Surat Rekomendasi Kebakaran 2, 3, 4, 8, 9, dan 11
2
8. Dinas Tata Kota Surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, dan 13
9. Dinas Tata Kota Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 14
10. Dinas Perindagkop Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, dan 15
11. Kantor Walikota Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 15 dan 16
Belum lagi kalau gedung yang dipakai belum mempunyai IMB, maka perusahaan
yang bersangkutan harus mengurusnya terlebih dahulu, kalau tidak maka tahapan di
atas tidak dapat dilalui. Syarat-syarat untuk pengurusan IMB juga cukup banyak dan
harus mengalami liku-liku birokrasi yang berbelit pula. Ditambah wajib AMDAL bagi
perusahaan besar seperti Mall, Bank dan lainnya atau paling kurang harus
mempunyai RPL (rencana pengolahan limbah) yang akan berhadapan pula dengan
instansi Bapedalda dan Tata Kota kembali.
Mekanisme pengurusan ini hampir berlaku pada semua daerah kabupaten/kota di
Provinsi Jambi. Terlihat disini tidak ada koordinasi sama sekali antar dinas/instansi,
masing-masing membuat persyaratan tersendiri, dan bagi perusahaan yang ingin
mengurus izin-izin tersebut terpaksa dan harus melalui urutan meja birokrasi di atas.
Banyak perusahaan yang harus memenuhi syarat-syarat tumpang tindih dan dicopy
berkali-kali, tetapi diminta kembali dan kembali. Belum lagi masing-masing
dinas/instansi mengklaim bahwa izin melalui kantornya berkisar antara seminggu
sampai sebulan. Coba bayangkan berapa bulan yang harus dilewati oleh perusahaan
yang ingin mengurus izin sampai TDP, belum lagi kepala dinas/instansi yang tidak
berada di tempat yang tidak dapat diwakili oleh bawahannya, kadang kala
membutuhkan waktu yang lebih lama lagi, paling cepat mencapai waktu yang harus
dikorbankan sampai selesai TDP adalah 4 bulan. Yang lebih menyakitkan lagi ada
dalam satu dinas bergeraknya bahan kepengurusan harus dibawa sendiri oleh
pemohon yang bersangkutan kalau tidak maka bahan kita akan mentok hanya sampai
di meja yang bersangkutan. Misal kalau bahan kita sudah sampai pada bidang
kepengurusan IPB setelah kita mengurus rekomendasi Damkar kita harus minta surat
untuk membayar pajak reklame dan retribusi kebersihan pada Dispenda, kemudian
dibawa kembali ke Dinas Tata Kota, yang saya alami seharusnya selesai IPB, dapat
langsung bergerak ke bidang pengurusan SITU dalam mekanisme kantor itu sendiri,
namun sempat lama tertahan karena yang ‘mendap’ dibagian IPB. Kita harus ambil
bahannya kembali lalu kita antar ke bagian SITU, disini terasa sekali betapa tidak
efisiennya mekanisme kerja suatu instansi. Bagi kita yang sebagai pemohon merasa
bosan dan lelah menghadapi hal yang demikian.
Pada sisi lain, birokrasi yang sangat ruwet dan bertele-tele, waktu yang digunakan
cukup lama, malah biaya yang dibebankan sangat tidak transparan, mulai yang
dibebankan antara Rp. 250.000 sampai jutaan rupiah untuk satu surat izin. Memang
ada yang menetapkan secara resmi, namun pasti ada biaya tambahan yang harus
dibayar perusahaan yang jumlahnya tidak menentu, dan kadang-kadang tergantung
pula pada jenis usahanya apakah merupakan ‘lahan kering atau lahan basah’. Kalau
‘lahannya berair’ maka beban biaya tambahan pasti akan lebih banyak. Kadang kala
sering pula ditemui bahwa besarnya biaya ditentukan pula oleh siapa pemilik
perusahaan, maaf, untuk teman kita yang warga keturunan atau untuk kelompok etnis
tertentu sering pula diminta dibayar lebih dengan berbagai dalih, walaupun tidak
semua dinas/instansi bertindak sama.
Inilah sabagian liku-liku yang pernah saya alami sebagai konsultan dalam
penyusunan studi kelayakan dan pendirian badan usaha yang notabene memang
3
waktu sudah disediakannya untuk kepengurusan izin tersebut. Sangat tidak
terbayangkan oleh kita kalau yang mengurus tersebut adalah pemilik perusahaan
yang harus memikirkan kelancaran usahanya sekaligus ketakutan diperiksa oleh
instansi pemerintah mengenai perizinan. Ketakutan sebagian ‘kelompok keturunan’
mengurus sendiri merupakan bagian yang paling sulit yang harus mereka lalui. Tetapi
yang pasti, saya tidak yakin kalau perusahaan tidak ingin mengurus perizinan yang
diperlukan kalau tidak karena keruwetan prosedur kepengurusan yang disyaratkan
oleh instansi pemerintah itulah yang menjadi momok bagi mereka.
Berdasarkan informasi dan pengalaman aktual tersebut, saya rasa pemerintah
daerah perlu melakukan reposisi terhadap prosedur pengurusan izin, konsolidasi
antar instansi perlu dilakukan secara cepat agar prosedur dan proses pengurusan
dapat dipermudah dan dipercepat. Kalau tidak jangan disalahkan pengusaha yang
tidak ingin menguruskan SIUPnya, alangkah tidak adilnya kalau kita menyalahkan
mereka pada hal pelayanan dari dinas/instansi pemerintah yang menyebabkan
mereka enggan untuk mengurus izin yang diperlukan. Sangatlah ironis pada satu sisi
kepala daerah ‘berkoak-koak’ kami siap menerima sebesar-besarnya bagi para
investor untuk menanamkan modalnya di daerah masing-masing, namun disadari
atau tanpa disadari ternyata perngkat yang dimiliki tidak mendukung, hanya untuk
pengurusan izin mereka harus mengalahi hal-hal yang sangat menghambat
masuknya kegiatan investasi. Kata ahli-ahli ekonomi ”pembanguan suatu daerah tidak
akan pernah maju kalau peran swasta tidak diberdayakan , pemerintah pasti tidakkan
mampu untuk menggerakkannya sendiri”. Oleh sebab itu ada beberapa langkah yang
disarankan untuk mengatasi permasalahan di atas: (1). pemerintah daerah harus
melakukan konsolidasi antar instansi agar dapat dibentuk pelayanan satu atap atau
yang lebih sederhana, (2). bagian-bagian yang ada dalam satu dinas/instansi yang
berhubungan dengan salah satu syarat di atas dapat saja menyerahkan sebagian
wewenangnya pada dinas yang ditunjuk atau dibentuk sendiri, (3) biaya-biaya harus
transparan sehingga PAD dapat ditingkatkan, (4). syarat-syarat yang perlu dipenuhi
oleh pengusaha cukup untuk meja birokrasi yang lebih awal, sedangkan berikutnya
jangan diminta lagi syarat-syarat yang sama, (5). melakukan pemutihan untuk hal-hal
tertentu, (6). demi untuk meningkatkan PAD dapat saja tarif izin yang diperlukan
disesuaikan dengan letak strategis perusahaan tapi harus jelas ada Perda yang
mengaturnya, dan (7). membedakan jenis SIUP berdasarkan besar kecilnya
perusahaan, kadang tidak logis SIUP untuk Mall sama dengan SIUP untuk toko
manisan kecil, biaya, beban dan waktu yang disediakan juga sama.***
4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar