Lampiran 1:
Kain Kebesaran Depati (Adipati)
Kerajaan Melayu Jambi berusaha untuk mengukuhkan persatuan wilayah-wilayah dengan cara membagikan kain kebesaran kerajaan. Pangeran Temenggung atas nama kerajaan membawa dan membagi Kain Kebesaran Depati (Adipati) ke daerah Kerinci yaitu untuk masing-masing Depati 4 Alam Kerinci. Setelah sampai di daerah Kerinci, pertama kali di Tamia diberilah sehelai ”Kain Kebesaran Depati” kepada Depati Muaro Langkap, keturunan Sigindo Bauk.
Kemudian terus menyusuri ke mudik Batang Merangin di Pulau Sangkar, diserahkan pula sehelai Kain Kebesaran Depati kepada Depati Rencong Telang, keturunan Sigindo Batinting. Sampai di Pengasi, Kain Kebesaran Depati diserahkan kepada Depati Biang Sari, keturunan Sigindo Teras. Untuk seterusnya rombongan sampailah di Hiang, kain kebesaran diserahkan keapda Depati Atur Bumi, keturunan Sigindo Kuning.
Kain kebesaran yang dibawa sebanyak 4 helai, sudah dibagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya. Sampai di Hiang, sedangkan masyarakat di hulu Sungai Batang Merangin belum mendapat bagian. Untuk itu atas perundingan dan mufakat, kain yang terakhir dibagi menjadi ”Delapan” Helai Kain. Dengan arti kata: 1 Helai kain dijadikan Delapan Helai Kain.
Hiang mendapat 1/8 (se per delapan) helai, selebihnya dibagikan kepada:
Untuk di Hilir:
a. Tanah Kampung = Depati Batu Hampar
b. Seleman = Depati Sirah Mato
c. Penawar = Depati Mudo
Untuk di Mudik:
a. Sekungkung = Depati Tujuh
b. Semurup = Depati Kepala Sembah
c. Kemantan = Depati Situo
Yang ke-7 helai terakhir diberikan untuk Rawang, sehingga menjadi sebutan sejak dulu sampai sekarang:
” Tiga di Hilir - Empat Tanah Rawang”
” Tiga di Hulu - Empat Tanah Rawang”
Sehingga jumlahnya menjadi = 3 (di Hulu) + 3 (di Hilir) + Rawang = 7 + Hiang = 8. ” Kerinci disebut dengan Depati IV Delapan Helai Kain.
Kain yang disampaikan kepada para depati oleh Pangeran Temenggung, dikatkan sebagai Tanda Persahabatan Kerajaan, yang hakekatnya adalah hendak memasukkan Kerinci ke dalam Wilayah Kerajaan Jambi. Hal ini tidak mungkin terjadi karena wilayah hukum Pamuncak Rencong Telang amat luas, tidak dapat dipengaruhi oleh Kerajaan Jambi. Wilayah hukum Pamuncak Rencong Telang di kala itu mencakup wilayah Kerajaan Manjuto, dalam Lingkungan Pamuncak Nan Tigo Kaum sampai ”Pantai yang 14 Muko-Muko dan yang Tigo di Baruh (disebut Kerinci Rendah).
Setelah para depati menerima Kain Kebesarannya masing-masing dan menentukan wilayah tanahnya, yaitu disebut: Tanah Mendapo, mempunyai batas dengan siring ”Ke air berpasang batu, ke darat berpasang lantak (kayu)” dengan Tanah Mendapo lainnya. Masing-masing telah membentuk Staf Pemerintahannya, yang terdiri dari depati-ninik mamak. Yang mada di kala Alam Kerinci terbagi atas 11 (sebelas) Tanah Mendapo, ”Undang Turun Dari Minangkabau – Teliti Mudik dari Tanah Jambi”.
Kerajaan Melayu Pagarruyung yang berpusat di Suruaso ingin memperluas daerah takluknya, sedangkan di kala itu para depati di Alam Kerinci belum mempunyai persatuan dan kesatuan, hanya depati-depati mementingkan daerah sendiri-sendiri, maka oleh Kerajaan Pagarruyung mencoba menurunkan undang-undang ke Alam Kerinci, yaitu Undang Sarak, ”Kalau salah tangan, tangan di kerat; salah kaki, kaki di potong”. Jika ”membunuh”, humum-bunuh. Undang yang demikian amat berat, sehingga ditolak balik ke Alam Minangkabau. Yang disebut menurut istilah Kerinci: ”tolak Rebou Tolak Rangkah”, dengan arti kata ”sama sekali tidak diterima”.
Untuk mengatasi undang yang berat ini, oleh Kerajaan Jambi mencoba pula memudikan ”Teliti” dari tanah Jambi, yaitu satu peraturan yang amat ringan pula. ”Kalau salah tangan, untuk imbalannya kerat kepak ayam, kalau salah kaki kerat kaki ayam, kalau mata bersalah, imbalannya cungkil mata kelapa”. Teliti yang demikian juga tidak ditolak, maka rentetan dari itu berdirilah Daulat Depati IV di Alam Kerinci yang mempunyai undang-undang adat sendiri.
Berdirinya Daulat Depati IV, barulah disebut Depati IV Alam Kerinci, yaitu Lembaga Pemerintahan Tertinggi di Alam Kerinci dengan mengambil tempat untuk Balai Permusyawaratan di Sanggaran Agung, yang dikatakan ”Hamparan Besar Alam Kerinci”, ”ke atas sepucuk ke bawah seurat, sedekum bedilnya sealun soraknya, ke hilir serangkuh dayung kemudi serentak satang”. Ini merupakan suatu negara kesatuan yang berdaulat penuh, mempunyai Undang-undang sendiri dan hukum sendiri, tidak berundig ke Minangkabau dan tidak berteliti ke Tanah Jambi.
Dalam tingkat lembaga hukum disebut Lembaga Alam. Dalam permusyawaratan tiap depati membawa kembar-rekan masing-masing sebagi anggota Dewan Permusyawaratan Alam Kerinci di masa itu, Depati Atur Bumi membawa rekannya yang disebut “Tiga di Hilir Empat Tanah Rawang, Tiga di Hulu Empat Tanah Rawang”, yang berarti 7 orang depati:
Untuk di Hilir:
a. Depati Batu Hampar di Tanah Kampung
b. Depati Sirah Mato di Seleman
c. Depati Mudo di Penawar
Untuk di Mudik:
a. Depati Tujuh di Sekungkung
b. Depati Kepala Sembah di Semurup
c. Depati Situo di Kemantan
Depati Rencong Telang membawa kembar-rekannya Depati Nan Berenam dari Pulau Sangkar.
Depati Biang Sari membawa kembar-rekannya Nan Berenam dari Pengasi.
Depati Muara Langkap mebawa kembar-rekannya Nan berenam dari Tamiai.
Untuk Hamparan Besar Depati VIII Helai Kain bertempat di Rawang, yang beranggotakan Tigo di Hilir Empat Tanah Rawang – Tigo di Hulu Empat Tanah Rawang, ditambah Sungai Penuh Pegawai Jenang Pegawai Rajo, Suluh Bindang Alam Kerinci, dibawah Pengawasan Depati Nan Batujuh, Pemangku nan Baduo, Pementi Nan Sepuluh.
Sebagai pucuk pimpinan di kala itu Depati Atur Bumi (dalam Hamparan Besar Nan VIII Helai Kain). Jadi di Kerinci di kala itu terdapat dua hamparan (Balai Permusyawaratan:
1. Hamparan Besar di Rawang, untuk Depati VIII Helai Kain.
2. Hamparan Besar di Sanggaran Agung, untuk Depati IV Alam Kerinci atau suatu Lembaga Tertinggi Pemerintahan di Alam Kerinci.
Sedangkan tingkat Lembaga Hukum di Alam Kerinci diatur sebaik-baiknya melalui ”Seko Nan Tigo Takah – Lembago Nan Tigo Jinjing”, keempat Lembago Alam (Lembago Hukum Depati IV Alam Kerinci).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar