One site of Kerinci

Rabu, 05 Agustus 2009

Dikutip dari Buku "Menelusuri Sejarah Kerajaan Melayu Jambi"
oleh; Dr. Aulia Tasman, SE, M.Sc

Bab 14
PEMERINTAHAN DEPATI IV ALAM KERINCI
Periode Abad ke 13 dan 14

1. Kerinci Pasca Sriwijaya
Menurut sejarah Kerajaan Sriwijaya mulai berdirinya dari abad ke 7 samapai ke abad 13 tidak sampai masuk (menduduki) wilayah Kerinci Tinggi. Walaupun setelah kerajaan ini dapat menaklukkan wilayah Kerinci Rendah sesuai dengan bunyi Prasasti Karang Berahi tahun 686 M, kerajaan Sriwijaya tercatat tiga kali menyerang wilayah Kerinci Tinggi, namun dapat dicegat oleh pasukan Sigindo Sigarinting (pemimpin Alam Kerinci waktu itu). Pertempuran terdahsyat terjadi di daerah Telaga Darah (Bukit Malagan)di Kecamatan Merangin sekarang, pasukan Sriwijaya terpaksa angkat kaki meninggalkan pertempuran, dan semenjak gagalnya serangan ketiga kalinya tersebut kerajaan Sriwijaya tidak pernah lagi masuk sampai kepedalam Bukit Barisan.
Penataan kelembagaan di Alam Kerinci dimulai lagi semenjak abad ke 9 Masehi membuat Wilayah Kerinci Tingi dan Kerinci Rendah semakin kondusif, karena pengawan kerajaan Sriwijaya tidak begitu ketat lagi dan negeri-negeri di Kerinci Tinggi menunjukkan perkembangan yang pesat membuat pemuka negeri Kerinci Rendah berusaha pula untuk membenah diri. Situasi negeri-negeri di Kerinci Rendah, kehidupan masyarakat mengalami kemajuan yang berari dan semakin tertata dengan baik. Kehidupan ekonomi rakyat yang lebih telah menciptakan suasana kehidupan bermasyarakat yang tentram dan damai. Dlam suasana yang kondusif ini, para pemimpin negeri dan tetua masyarakat dapat sedikit leluasa memikirkan perkembangan dan pertumbuhan negeri bagi kepentingan rakyatnya.
Proses penataan kelembagaan rakyat di Kerinci Rendah sesudah berakhirnya pendudukan Sriwijaya sudah mulai ditata kembali. Pimpinan negeri sudah dapat dipilih secara demokratis berdasarkan ketentuan adat yang disepakai dan pemerintahan negeri telah dapat berjalan dengan baik. Negeri-negeri di daerah Kerinci Rendah telah dapat dikelompokkan dalam payung kesatuan komunitas yang lebih besar. Proses penataan
kelembagaan rakyat Kerinci Rendah berlangsung secaa alamiah, dimana samapai pada kesepakatan untuk mengsngkronkannya dengan kondisi tata kelmebagaan mayarakat di Kerinci Tinggi. Kesepakatan itu ditempuh erdasarkan pada keinginan mayoritas
rakyat untuk kembali bersatu dalam satu wada sebagai mana pernah terjadi sebelumnya.
Pada masa ini diperkirakan sudah terdapat kurang lebih 100 dusun di bagian utara dan 100 dusun di bagian selatan dari Danau Kerinci. Masing-masing dusun telah tertata dengan mempertimbangkan aspek geografis dan genologis. Salah satu ciri khas dari dusun di sini adalah terdapatnya pembatas dengan menggali parit bersudut 4 disekelilingnya dan 2 buah pintu untuk masuk dan keluar yang pada umumnya searah. Parit digali dengan lebar kurang lebih 2 meper dengan keladalaman 2,5 meter,
sehingga binatang buas atau orang yang bukan penduduk dusun sulit untuk masuk kecuali melalui pintu yang ada. Bentuk penataan ini disebut dengan dusun berparit empat berlawang dua. Pada masa ini, antara sebuah dusun dengan banyak dusun lainnya telah dihubungan denganlintasan jalan kecil yan gpermanan dan lintasan jalan setapa yang setiap waktu dapa tdilalui. Bisa dikatakan tiak ada dusun yang terisolir yang tidak bida dihubungi.
Mengenai keberadaan jalan-jalan penghubung yang telah ada sebelum abad ke 14 sebagaimana diutarakan di atas dicata oleh E.A. Klerks (1987:7-8). Boleh dikatakan mulai abad ke 10 Masehi lintas jalan permanen yang menghubungkan Kerinci dengan daerah luar dan lintasan jalan permanent yang menghubungkan antar negeri dan antar
dusun di wilayah Alam Kerinci sugah sangat banyak. Banyaknya lintasan jalan ini jelas menunjukkan mobilitas penduduk cukup tinggi pada waktu itu. Hal ini berarti pula bahwa interaksi penduduk antar negeri, antar desa dan antar negara berlangsung
dengan baik. Adanya interaksi antar penduduk tentunya mendatangkan berbagai perubahan baik secara fisik (pembangunan) maupun nonfisik (sikap dan budaya) yang
mendatangkan berbagai perubahan.
Dalam pengaturan kehidupan baik secara publik maupun individu berkembang pula dengan baik. Perkembangan dapat dilihat mulai tertatanya berbagai ketentuan hukum adat tentang negeri, pengaturan perkawinan, pengaturan tentang waris dan harta pusaka, dan kententuan mengenai perjanjian. Peranan tetua adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai pada saat itu turut memberikan sumbangan yang besar terhadap anak negeri. Pada
saat itu berkembang pula seni budaya masyarakat seperti menari, menyanyi dan musik. Pada saat-saat tertentu dilakukan pertunjukan seni budaya seperti kenduri Sko, kenduri setelah panen, dan kenduri adat lainnya. Perayaan kenduri sekaligus
merupakan ajang silaturahmi di antara penduduk negeri di Alam Kerinci dan dengan negeri-negeri tetangga.

2. Kerinci dan Kedatangan Islam
Perkembangan lain yang mendatang perubahan besar dalam masyarakat di sekitar abak ke 12 M dan 13 M adalah masuknya agama Islam ke Alam Kerinci. Agama Islam masuk ke Kerinci dari Barus sebuah daerah Islam di Selatan serta dari Gujarat (India). Barus sudah dikenal semenjak abad 11 Masehi berdasarkan pemberitaan Ptolemaeus yang menyebutkan dengan nama Baroussai. Salah satu perkampungan Islam yang dikenal di
Barus terletak di atas sebuah bukit kecil di tepi pantai bernama Mahligai. Di sini ditemukan makam bernisan bertuliskan Siti Tuhar Amisuri (612 H atau 1206 Masehi). Selain itu terdapat prasasti berbahasa Tamil di Lobu Tuo (abad 11 Masehi) yang
menyebutkan terdapatnya pemukiman pedagang Tamil di daerah ini.
Penyebaran Islam ke Kerinci dilakukan pedagang Arab dan Tamil yang berniaga dengan orang Kerinci yang sering mengunjungi bandar Pelabuhan Muko-Muko, Air Dikit, Ipuh,
Seblatm, Bantan, Ketaun dll. Selain itu, pedagang Arab dan Tamiai banyak pula yang mengunjungi negeri-negeri orang Kerinci terutama yang berdekatan dengan negeri-negeri di sekitar pantai Barat. Siar agama Islam di Kerinci diyakini pada abad ke
13 M sebagain dari penduduk Kerinci sudah memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, diyakini paa abad ke 13 Masehi sebagian besar dari penduduk Alam Kerinci sudah memeluk Islam.
Masuknya Islam telah memberikan warna tersendiri dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Di mana-mana sudah berdiri surau-suratu dan mesjid, kegiatan keagamaan tampak dalam kehidupan sehari-hari seperti membaca Al Qur’an, sholat berjemaah, sholat-sholat lain. Adanya agama Islam lahu hadir ditengah masyarakat para pemuka agama, kadhi, imam, khatib, bilal dan garim. Keadatangan Islam telah mengukuhkan pegangan hidup masyarakat Kerinci. Masyarakat mempunyai dua pegangan dalam mengatur tata kehidupan mereka yaitu adat istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang dan agama Islam sebagai tuntutan dari Allah. Panduan ini menjadi pegangan hidup
masyarakat di Alam Kerinci yang sering disebut dalam seluko (pepatah) adat berbunyi: Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah (Al Qur’an), syarak mengato, adat memakai.

3. Asal Daerah Kedepatian
Sebelum penduduk Kerinci menganut agama Islam pengaturan masyarakat dengan hukum adat. Sebagai acuan berlaku tata krama adat bersendi patut, patut bersendi benar. Setelah masyarakat Kerinci menganut agama Islam (Syiah) yang dikembangkan pertama kali oleh Syekh Samilullah yang datang dari pantai barat Minangkabau pada abad ke-13 M. (Tambo Incung Kerinci). Mulailah berlaku pengaturan adat dan agama dengan dasar adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Aliran Syiah ini mengingat pada waktu itu masa jayanya pemerintahan Khalifatul Fatimiyah pada abad ke-12 di Mesir
sebagai pelindung Islam Syiah, kerajaan ini memiliki hubungan dagang dengan Pulau Sumatera. Tentu sudah ada penduduk Sumatera yang terpanggil dan menganut agama Islam terutama penduduk pantai.
Seiring dengan terjadinya berbagai perubahan dalam kedhiupan masyarakat, penataan kelembagaan masyarakat di Kerinci Rendah berlangsung terus. Sementara itu, di daerah Kerinci Tinggi pada sekitar akhir abad ke 15 telah terjadi perubahan besar dalam sistem kelembagaan masyarakatnya. Daerah Kerinci Tinggi sebelumnya terdiri atas beberapa tanah Pamuncak yang dulu sekarang berubah pemerintahan Depati. Pada abad ke-16 kemudian baru muncul depati-depati yang mendaulatkan diri sebagai akibat dari konstelasi politik antara kerajaan Jambi dan Minangkabau yang intinya ingin memasukan Kerinci kedalam salah satu kerajaan tersebut. Raja Minangkabau waktu itu ialah Yang Dipertuan Berdarah Putih yang bergelar Sultan Mardu Alam Kalifatullah Syah dan Raja Jambi ialah Pangeran Temenggung Kabul Dibukit. Dari keadaan inilah timbulnya kelompok-kelompok yang disebut Depati Empat Delapan Helai Kain dan Depati Empat Tiga Helai Kain yang berdaulat di atas kesatuan geneologis teritorialnya masing-masing.
Depati adalah gelaran kepala daerah yang menguasai beberapa dusun dan oleh rakyat dianggap sama dengan raja-raja juga. Putra Tuangku Magek Bagonjong yang tua adalah Sultan Maharajo Aro dengan gelar Depati Talago (mulai jadi). Wilayah kekuasaan
beliau meliputi daerah bagian utara termasuk disekitar Danau Kerinci (sekarang). Makanya danau Kerinci dulunya bernama Danau Depati Rencong Telang. Sedangkan anak kedua beliau bernama Sultan Maharajo Gerah memakai gelar Depati Sangkar (mulai jadi). Daerah kesuasaan beliau adalah dibagian hilir sampai ombak nan badebur di Muko-Muko.Dalam kelembagaan pemerintahan Depati sebagai pewaris kerajaan Pamuncak, setiap depati yang mengemban tugas-tugas pemerintahan keluar wilayah maka pemangku adat itu menyandang gelar Depati Rencong Telang.
Tanah Kerinci terbagai atas dua bagian. Yang pertama: “Negeri Delapan Helai Kain” namanya berwatas dengan Kerajaan Indrapura dan Muko-muko. Yang kedua: “Negeri Tiga Helai Kain” namanya. Rakyat Kerinci berpendapat bahwa negeri itu terbagi atas empat buah negeri saja. Negeri Tiga Helai Kain dianggap tiga negeri yang mempunayi status kenegerian masingmasing dan Negeri Delapan Helai Kain dianggap hanya satu
negeri saja.
Dari bagian negeri-negeri di atas ini dinamakan wilayah Depati Empat Helai Kain diatas dan yang lainnya Tiga Helai kain dibawah. Watasnya ke sebelah timur ialah dari Batang Merangin yang keluar dari Sungai Tembesi masuk ke sungai Batanghari
dalam bahagian tanah Jambi. Apa sebabnya daerah-daerah di Kerinci ini mempunyai nama
yang agak aneh itu? Berikut inilah kisahnya: Di zaman dahulu semasa Kerinci dibawah kekuasaan Jambi. Untuk wakil-wakil raja di daerah ini dikirm seorang wakil atau
penguasa yang digelari: Pangeran Tumanggung Kebaruh Di bukit, namanya. Konon kabarnya Pangeran in berasal dari seorang pembesar Majapahit di Jawa. Ia didudukkan di Muara Mesumai bagian Merangin. Sebenarnya pangeran itu didudukkan disini ialah dengan alasan politis supaya mudah memungut pajak. Pajak di daerah ini tidak disebut dengan ”emas mana” seperti di Minangkabau tetapi disni dinamakan ’Jajaj’, yang berasal dari kata daerah Jambi atau Kerinci.
Sebelum kedatangan pangeran ini pemungutan pajak atau jajah ini kurang lancar di darah Kerinci. Tetapi sesudah adanya Pangeran ini pemungutan pajak ini berjalan lancar. Dan raja-raja Jambi ini dahulunya berasal dari Minangkabau seorang puteri
bernama Puti Salaras Pinang Masak. Pemerintahan yang teratur dari kerajaan Jambi dimulai kira-kira pada permulaan tahun 1460 Masehi. Pangeran Tumanggung ini pandai dan bijaksana. Dengan manis dan ramah tamah dibujuknya kepala-kepala adat di Kerinci dan tak segan-sgan ia memberi hadiah-hadiah yang mahal kepada kepala-kepala adat itu. Kebijaksanaan perama dalam memberi hadiah ini dilakukan di : Tamiai, Pulau Sangkar dan Pangasih.
Kepala yang tiga buah negeri ini diberinya hadia sejenis kain sutera yang bernama ’Sabulluki-luki’. Semenjak itulah ketia negeri ini bernama Negeri Tiga Helai Kain, dan sebagai halusnya kain sutera dan licinnya kain sabulluki-luki itu Pangeran
semenjak itu daapat memungut jajah dengan lancar. Kepala dari Tamiah bernama Raden Serdang yang berasal dari Jawa. Gelaran ini kemudian diganti oleh Raja Jambi dengan namaDepati Muara Langkap Tanjung Sakiau. Kepala dari Pulau Sangkar bergelar Depati Rantau atau Rencong Telang. Kepala dari Pengasih bergelar Depati Biang Sari dan gelar turuntemurun bagi mereka. Depati Muara Langkap daerahnya sampai ke Pangkalan Jambu dan sebenarnya daerah ini termasuk wilayah Kerajaan Pagarruyung. Dibagian ini orang gedangnya tidak bergelar depati hanay dijalankan oleh ”Datuk yang Berempat” dibantuoleh ”Manti yang Bertiga”.
Bagian utara tanah Kerinci bernama ”Tahan Hiang” dan kepala tertingginya dahulu bergelar ”Indera Jati” karena menurut keterangannya ialah daerah berasal dari ”Dewa Atas Kayangan”/Sewaktu Pangeran Tumanggung datang ke dareah ini dengan membawa kain-kain hadianya barulah diketahuinya bahwa ada lagi tuju orang kepala suku yang patut diberi hadiah. Setelah timbang menimbang sejenak maka Pangeran memutuskan membagi dua kain itu. Yang separo dihadiakannya kepada Depati yang dari ’langit’ (Hiang) dan yang separo lagi dibagi tujuh dan dibagi-bagikannya kepada kepala suku yang tujuh itu.
Semenjak itu pulalah daerah itu dinamakan ”Delapan Helai Kain”. Raja Jambi memberi gelaran kepada Depati Indra Jati dengan Depati Batu Hampar dan digelari juga ” Depati Tiang Tungal”. Dari kepala-kepala yang bertujuh itu yaitu dua orang dari
Rawang bergelar ”Depati Muda Manggala Batarawang Lido’ dan Depati Cahaya Negeri. Dari Kerapatan dijadikan Raja Muda Pangeran. Dari Semurup dinamakan Depati Kepala Sembah. Panawar dan Seleman diangkat Depati Kuning, di daerah sekitar Sekungkung diangkat Depati Tujuh, Depati Penawar dan Depati Taroh Bumi.
Di negeri-negeri Tiga Helai Kain pelaksana pemerintahannya dibawah depati disebut Mangku atau Depati Empat. Pemangku Kelima yaitu menjadi kepala dusun-dusun di Kerinci. Penghulu-penghulu Datuk Keempat Suku dan Tungganai tidak dikenal di daerah Kerinci. Dalam dusun yang didiami oleh beberapa kaum dinamakan Kalebu yang dikepalai oleh Tua Kampung dan dipanggil mamak atau ninik mamak.
Kalau ada rapat dengan negeri Delapan Helai Kain di adakan di Tanah Hiang. Dan jika membicarakan hal-hal yang mengenai negeri Tiga Helai Kain diadakan di Sanggaran Agung yang dijuluki juga ”Tanah Pertemuan Raja”.
Darah disekitar Sungai Penuh dan Pondok Tinggi diperintah oleh pemuka adat yang bergelar: Datuk Cahaya Depati Singarapi yatiu menjabat mangku bumi sebagai cerminan raja. Dan dibawahnya itu ada lagi yang bernama Pegawai Raja atau Pegawai Jamah.
Meskipung Kerinci berada dibawah kekuasaan Raja Jambi tetapi Raja Jambi tidak langsung ikut campur dalam struktur pemerintahan dalam daerah Kerinci seperti yang dilakukan oleh Raja Pagarruyung. Segala urusan dalam negeri diselesaikan oleh
Rakyat Kerinci sendiri. Mereka kurang senang kalau hal-hal semacam itu ikut dicampuri oleh Raja Jambi. Sebab itu ada pepatah adat Kerinci yang mengatakan: ”Orang Kerinci Semboh be Rajo”. Mereka tidak suka Raja ikut campur dalam mengurus soal-soal dalam negeri mereka tetapi mereka mau membayar pajak yang seperti emas manah bagi rakyat Minangkabau itu dan pada mereka dinamakan: ”sembah raja” atau jajah.
Sebagai mana juga di Minangkabau jajah ini dibayar sekali tiga tahun dan dibayar kalau raja sendiri yang datang memungutnya. Kalau raja berhalangan datang maka dikirimkan raja wakilnya yang bernama ”Jenang”. Tetapi Jenang yang datang sebagai wakil raja dengan membawa tanda-tanda yang resmi dan kalau tidak jajah tidak akan keluar. Jenang itu harus membawa tanda kerajaan yang bernama ”Pandiko” atau kebesaran raja. Kebesaran atau pandiko inilah berupa sebilah keris ksati yang bernama ”Siginjai” dan ”Kalkati Bergombak Emas” yaitu kacip pinang yang berombak emas. Kebesaran raja inilah yang diperlihatkan kepada raja Kerinci yang hanya diperlihatkan kepada Depati saja. Jadi Jenang itu datang harus membawa keris Siginjai itu, menurut kepercayaan rakyat Kerinci karena keramat dan tuah keris itulah
rakyat mau saja membayar uang jajah itu.
Besarnya uang jajah itu ialah kira-kira setenah tahil emas dari tiap-tiap dusun yang kalau dibawa kepada uang Belanda kira-kira sama dengan f 30 (tiga puluh rupiah). Ini berarit sama dengan hagara seekor kerbau yang sudah besar atau sama dengan 10 @
12 pikul beras. Pembayaran yang lebih besar setahil separo yaitu kira-kira f 75. Pembayaran ini boleh juga berupa bahan natura seperti beras atau padi.
Di sebelah Timur Kerinci dibagian hilian Batang Merangin yang membujur dari barat ke timur disanalah dareah Tiga Helai Kain. Nageri ini dikepalai oleh tiga orang Depati yang pertama bergelar Depati Setio Beti yang kedua Depati Setiyo Rajo dan yang ketiga
Depati Setiyo Nyato. Daerah yang diperintahnya terletah masing-masing dari Tantan sampai ke bawah dari Mesumai. Seterusnya ada pula kampung Raja Muara Masumai dan Taluk Bandaro yang dinamakan Batin Sembilan yang terletak di Muara Sungai Tantan yang masuk ke Merangin dan akan bermuara di Sungai Tembesi. Di hiliran sebelah selatan dari sungai Tembesiyaitu dari barat ke timur adalah negeri Luak Batin Enam Belasdan Batin Selapan da kedua negeri Batin ini dikuasai Datuk nan Bertiga dan Batin Lima.
Sepanjang Batang Asai terletak negeri Batin Pangembang yang dikepalai oleh Datuk nan Berempat Suku menjadi cemin dan Gedang sampai ke limun di Bukit Bulan. Di daeah-daerah inirakyatnya berasal dari Minangkabau, Tanah Datar, Solok dan Limo Koto.
Sebelah timur negeri Jambi yang terletak di sebelah hilir sungaiTembesi sesudah Merangin yang sudah hampir ke muara Batanghari adalah negeri Batin Empat Likur Dihulu, terletak diantara Batin yang diperintah oleh tiga orang Depati. Negeri Pangkalan Jambu dikuasai oleh Datuk nan Berempat dan Manti nan Bertiga termasuk ke dalam wilayah Depati Muara Langkap.

4. Pemerintahan Depati IV Alam Kerinci
Perubahan yang terjadi di Kerinci Tinggi sangat mempengaruhi arah dari penataan sistem kelembagaan di Kerinci Rendah setelah pengaruh Kerajaan Sriwijaya berakhir di daerah ini dan sumpah setia Karang Brahi tidak perlu diikuti lagi. Perkembangan ini erat kaitannya dengan keinginan dari sebagian besar rakyat Kerinci Rendah untuk bersatu kembali dengan rakyat Kerinci Tinggi dalam satu payung pemerintahan sebagaimana sebelumnya, mengingat mereka adalah masyarakat serumun. Semangat untuk
menyatukan kembali Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi disepakati para tetua adat dan pemuka masyarakat di ke dua daerah. Untuk itu, melalui bebeapa kali perundingan dalam
mengkonsolidasikan sistem pemerintahan negeri agar tidak terdapat perbedaan yang dapat menyebabkan timbulnya kesulitan dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka akhirnya diperoleh kata sepakat untuk menjadikan daeah Kerinci Rendah atas 3 (tiga)
tanah depati dan 2 (dua) daerah khusus. Nama tanah depati diambil dari nama tiga pemangku adat anak dari Kerenggo Bungkuk Timpang Dado yaitu: Setio Nyato, Setio
Rajo dan Setio Beti yang telah berjasa mengabdikan diri dalam melakukan pembenahan negeri-negeri di Kerinci Rendah semasa hidupnya. Adapun ke tiga tanah depati di Kerinci Rendah adalah: Tanah Depati Setio Nyato, Tanah Depati Setio Rajo, dan Tanah
Depati Setio Beti. Sedangkan dua daerah khusus adalah: Tanah Pamuncak Pulau Rengas dan Tanah Pamuncak Pemenang. Pada tahun 1525 Masehi dalam pertemuan di dusun Salambuku tak jadi dari Ujung Tanjung Muara Masumai, disepakati kelima tanah
pemerintahan di Kerinci Rendah bergabung dengan Negari Depati Empat Alam Kerinci.
Perkembangan dari proses restrukturisasi sistem kelembagaan pemerintahan rakyat di Kerinci Tinggi lalu menghasilkan sistem pemerintahan baru yang lebih realistis dan demokratis.
Pemerintahan Pamuncak lalu dihapus dan diganti dengan Sistem Pemerintahan Depati. Berdasarkan pertimbangan geografis dusun dan genealogis komunitas seketurunan maka
tanah Segindo ditata ulang dan kemudian dikelompokkan menjadi tanah depati. Maka terbentuklah Lembaga Pemerintahan Tertinggi di Alam Kerinci dengan nama Depati Empat Alam Kerinci, yaitu Tanah Depati Atur Bumi, Tanah Depati Biang Sari, Tanah Depati Rencong Telang dan Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekiau. Ke empat tanah depati ini lalu membentuk suatu dewan pemerintahan sebagai mana yang pernah ada pada masa
pemerintahan Segindo Berdirinya Daulat Depati IV Alam Kerinci barulah disebut Depati
IV Alam Kerinci, yaitu lembaga pemerintahan tertinggi dengan mengambil tempat untuk Balai Permusyawaratan di Sanggaran Agung, yang dikatakan ”Hamparan Besar Alam Kerinci”. Di wilayah kekuasaannya diikuti oleh saluko adat yang berbunyi ”Ke Atas Sepucuk ke Bawah Seurat, Sedekum Bedilnya Sealun Suraknya, Ke Hilir Serangkuh Dayung ke Mudik Serentak Satang”. Ini merupakan suatu negara kesatuan yang berdaulat penuh, mempunyai Undang-undang sendiri dan hukum sendiri, tidak berunding ke Minangkabau dan tidak berteliti ke Tanah Jambi. Dalam tingkat lembaga hukum disebut Lembaga Alam.
Dalam permusyawaratan tiap depati membawa kembar-rekan masing-masing sebagai anggota Dewan Permusyawaratan Alam Kerinci di masa itu.
Depati IV Alam Kerinci dibagi dalam bentuk 4 (empat) besar pembagian tanah depati dan fungsi kelembagaan di Kerinci Tinggi yaitu:
1. Tanah Depati Atur Bumi (sama fungsinya sebagai Menteri Dalam Negeri).
2. Tanah Depati Biang Sari (sama fungsinya sebagai Menteri Kehakiman).
3. Tanah Depati Rencong Telang (sama fungsinya sebagai pemegang bedil, kepala pemerintahan).
4. Tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekiau (sama fungsinya sebagai Menteri Keuangan).
Ke empat tanah depati ini lalu membentuk satu dewan pemerintahan sebagai mana pernah ada pada masa pemerintahan Segindo. Pada akhir abad ke 13 sekitar tahun 1292 s/d 1296
Masehi pemerintahan Segindo di Kerinci Tinggi telah berubah menjadi Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci. Wilayah Alam Kerinci kembali menjadi satu kesatuan kekita
disepakatinya wilayah Kerinci Rendah menjadi bagian dari Negara Depati Empat Alam Kerinci melalui Persetujuan Salambuku pada tahun 1525 Masehi.

5. Wilayah Pemerintahan Depati IV
Penguasaan terhadap wilayah Alam Kerinci dinyatakan lebih tegas lagi sejarah pada masa pemerintahan Depati Empat. Disebutkan bahwa kekuasaan pemerintahan Depati Empat
wilayah Alam Kerinci dinyatakan meliputi daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah. Bila dilihat sekarang daerah tersebut mencakup luas wilayah yang terdiri dari Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin semuanya dalam Wilayah Provinsi Jambi. Pada daerah Kerinci Tinggi terdapat 4 buah tanah dengan ke empat tanah depati itu adalah:
1. tanah Depati Atur Bumi. Berwatas dengan Kerajaan Manjuto dan Dapati Biang Sari. Daerah Takluknya Kerinci Hulu VIII Helai Kain, sampai Siulak Tanah Sekudung.
2. tanah Depati Biang Sari. Wilayah takluknya Pematang Tumbuk Tigo Sungai Tabir, Rantau Panjang, Pelepat, sampai Pulau Musang, Tanung Simalidu (lihat Tambo “Raden Syari,Jambi).
3. tanah Depati Rencong Telang. Berwatas dengan Dapati Biang Sari di Pengasi. Sejak dari Sebih Kuning Muaro Saleman sampai Alam Pamuncak Nan Tigo Kaum (Kerajaan Manjuto).
4. tanah Depati Muara Langkap Tanjung Sekiau. Berwatas dengan dengan wilayah Depati Rencong Telang sampai Sungai Bujur – Perentak – Pangkalan Jambu.
Ketinggian letak geografis ke empat tanah depati tersebut,menyebabkan dataran itu disebut dengan Empat di Ateh (daerah empat di atas), yang sekarang telah menjadi Kabupaten Kerinci,Kecamatan Muara Siau dan Jangkat. Kedua kecamatan yang disebutkan, termasuk dalam wilayah Kabupaten Merangin.
Daerah Kerinci Rendah adalah wilayah yang berada di sebelah timur Kerinci Tinggi pada kaki pergunungan Bukit Barisan. Topografi daerahnya berbukit-bukit dan disini mengalir banyak sungai denan arus air yang tenang, tidak berbatu dan permukaannya lebar, shinga dapat dilayari kapal kecil. Kondisi sungai tersebut sangat berbeda dengan sungai-sungai yang terdapat di Kerinci Tinggi yang pada umumnya berarus deras,
beriam, berair terjun (telun), berbatu dan berpermukaan sempit.Sekarang wilayah ini berada dalam daerah Kabupaten Merangin yaitu kecamatan Sungai Manau, Bangko, Pemenang dan Tabir (Rantau Panjang).
Pada wilayah Kerinci Rendah terdapat tiga Tanah Dapati dan dua daerah khusus dari Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci.Tanah depati dimaksud adalah:
1. tanah Depati Setio Nyato, - Tanah Renah
2. tanah Depati Setio Rajo, - Lubuk Gaung
3. tanah Depati Setio Beti (Bhakti), - Nalo.
Ketiga Depati ini waris depatinya dari Pulau Sangkar, anak Puti Lelo Baruji, sehingga sampai sekarang disebut: Tigo Dibaruh Anak Batino Pulau Sangkar”.
Sedangkan daerah khususnya adalah:
1. tanah Pemuncak Pulau Rengas
2. tanah Pemuncak Pemerap Pemenang.
Ketiga tanah depati dan dua daerah khusus itu, karena letaknya berada pada ketinggian jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah Kerinci Tinggi maka disebut dengan daerah Tigo di Baruh atau daerah tiga di bawah. Dalam pepatah adat yang menyebutkan tentang kekuasaan pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci dikatakan lingkupnya mencakup daerah Empat di Ateh, Tigo di Baruh, duo Pemuncak Pulau
Rengas dan Pemerap Pemenang. Kesembilan daerah kekuasaan pemerintahan Depati Empat inilah yang disebut orang-orang pada zaman Kerajaan Jambi menurut sepanjang adat dengan nama: Pucuk Jambi Sembilan Lurah, yaitu wilayah yang berada di daerah atas atau daerah bagian hulu dari Kerajaan Jambi.
Setelah Undang dibalik ke Minangkabau, teliti balik ke Tanah Jambi, Dapati IV Alam Kerinci menyusun undang-undang sendiri. “Lembaga mupakat mulai siap mengatur Alam Kerinci”. Persatuan dibuat dengan mufakat, berdirilah Daulat Depati IV Alam Kerinci.
Penguasaan terhadap wilayah Alam Kerinci dinyatakan lebih tegas lagi sejarah pada masa pemerintahan Depati Empat. Disebutkan bahwa kekuasaan pemerintahan Depati Empat
wilayah Alam Kerinci dinyatakan meliputi daerah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah. Bila dilihat sekarang daerah tersebut mencakup luas wilayah yang terdiri dari Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Sarolangun, Daerah Rupit, Daerah Bengkulu Utara.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar