Ruwetnya Pengurusan SIUP + TDP:
Saran Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten
Oleh. DR. Aulia Tasman, SE, M.Sc
Pemerintah Daerah berkewajiban sekali dalam menata adminstrasi pemerintahan agar pelayanan prima yang selalu didengungkan untuk mencapai pemerintah yang efektif dan efisien dalam menata pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, namun sering sekali kebijakan yang diambil sangat bias dengan kenyataan. Kemudahan yang seharusnya diberikan aparat pemerintah sebagai abdi negara dan masyarakat kadang kala menjadi beban yang terlalu berat bagi masyarakat untuk mengikutinya. Kalau terjadi ketidakcocokan antara yang diharapkan dengan kenyataan sering pula pihak masyarakat yang dipersalahkan padahal ‘membangkangnya’ masyarakat terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah disebabkan oleh kelemahan dari sistem pemerintahan itu sendiri. Rantai birokrasi yang panjang, biaya pengurusan yang tidak jelas dan tidak transparan, waktu pengurusan yang cukup lama, dan tumpang tindih kepengurusan izin (misalnya) menyebabkan sebagian besar masyarakat enggan berhubungan dengan pemerintah kecuali kalau sudah sangat terpaksa.
Permasalahan yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh kalangan pemerintahan kota sekarang ini antara lain bahwa sebagian SPBU dan Pangkalan Minyak Tanah dan banyak sekali unit usaha komersial di Kota Jambi yang tidak mempunyai SIUP dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) padahal sudah sering kali dianjurkan untuk dibuat, malah sampai dengan ancaman penutupan usaha kalau tidak diurus. Himbauan dan ancaman ini tampaknya tidak efektif dalam membujuk masyarakat mengurus izin yang telah disyaratkan oleh pemerintah daerah.
Kita perlu bertanya dan mencari sebab kenapa itu terjadi? Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengkolidasi dan koreksi terhadap mekanisme perizinan yang ada pada dinas-dinas yang berkaitan dengan perizinan agar permasalahan yang terus menghambat efektivitas kerja dinas-dinas yang bersangkutan. Kalau tidak demikian pelayanan prima yang diharapkan terjadi dalam masa Otonomi Daerah tidak pernah tercapai.
Sebagai bahan kajian dan masukan bagi pemerintahan kabupaten/kota, khususnya untuk pemerintah Kota Jambi. Berikut ini akan diuraikan pengalaman nyata sebagai konsultan dalam mengurus SIUP dan TDP untuk beberapa perusahaan yang ada di Kota Jambi. Perlu saya garis bawahi bahwa uraian ini bukan untuk menjelekkan kinerja pemerintahan Kota Jambi dan pemerintahan Kabupaten lainnya, melainkan sebagai bahan masukan dalam mempermudah masyarakat mengurus perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah. Mungkin saja suka duka pengurusan izin ini tidak disadari oleh pemerintah bagaimana sulit, dan panjang dan ruwetnya pengurusan SIUP dan TDP. Malah ada yang lebih ceroboh bahwa ada satu kabupaten di Provinsi Jambi mewajibkan seluruh perusahaan mengurus SIUP padahal tidak semua perusahaan harus mendapatkan SIUP dari pemerintah kabupaten/kota.
Tidak banyak orang mengetahui bahwa kegiatan investasi terdiri dari dua macam : (1) investasi berfasilitas – misal fasilitas bea masuk, tax holiday, impor bahan baku, penggunaan tenaga kerja asing dan sebagainya, maka izin yang disyaratkan adalah Izin Usaha Sementara (IUS) dan Tetap (IUT-untuk yang sudah komersial) melalui Kantor BKPM dan perpanjangan tangannya Kantor BAPEMPRODA untuk Provinsi Jambi. Perusahaan yang tergolong dalam kelompok seperti Petro Cina, Indosawit Subur, Asiatic Persada, WKS, Lontar Papirus, dan banyak yang lainnya. tidak wajib mendapatkan SIUP karena dalam IUT sudah termasuk izin usaha tetap (IUT), izin ekspor, izin pengolahan dan izin-izin lainnya. Pernah satu kabupaten di Provinsi Jambi mewajibkan perusahaan kelompok ini mengurus SIUP, ini kan teledor namanya ; (2) kegiatan investasi non-fasilitas – seperti pendirian CV, PT dan perusahaan perorangan lainnya ini yang harus memerlukan SIUP dan TDP, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) izinnya dari Bank Indonesia Pusat, tidak perlu SIUP dan yang dibutuhkan adalah TDP dari Kantor Walikota dan Bupati setempat.
Berikut ini adalah uraian pengalaman nyata mengurus SIUP dan TDP (kasus untuk Kota Jambi mungkin juga sama dengan kasus di kabupaten), bahwa untuk mengurus SIUP dan TDP memerlukan syarat-syarat (masing-masing dinas/instansi ada yang sama dan ada yang berbeda) sebagai berikut : (1). Izin/advis kelurahan, (2). Akta Notaris Perusahaan, (3). Izin dari Kelurahaan, (4). IMB, (5). Rekening Listrik, Air dan Telepon, (6). Pas Photo pengurus, (7). KTP Pengurus (direksi), (8). Lunas PBB, (9). Izin/advis dari Kecamatan, (10). NPWP, (11) Gambar/denah Bangunan, (12). Rekomendasi Damkar, (13). Retribusi Kebersihan dan Pajak Reklame, (14). IPB, (15). SITU, (16). SIUP
Perusahan tidak untuk kepentingan umum, seperti izin ruko, swalayan, industri batu bata, toko dan lainnya harus melalui 8 (delapan) meja birokrasi, urutannya birokrasi yang harus dilewati sebagai berikut :
No.Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No.
1.Kantor Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5,
2.Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7
3.Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
4.Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
5.Dispenda Pajak Reklame dan Retrb. Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6.Dinas Tata Kota SITU 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 13
7.Dinas Perindagkop SIUP 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13 dan 14
8.Kantor Walikota Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, dan 16
Sedangkan untuk perusahaan yang berhubungan dengan kepentingan umum, seperti rumah sakit, bank, SPBU, Koperasi dan lainnya harus melalui 11 (sebelas) meja birokrasi, urutan pengurusan yang harus dilewati adalah :
No.Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No.
1.Kantor Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5,
2.Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7
3.Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
4.Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8
5.Dispenda Pajak Reklame dan Retrb. Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6.Dinas Tata Kota Surat mendapatkan rekomendasi Damkar Tidak pakai syarat
7.Dinas Damkar Surat Rekomendasi Kebakaran 2, 3, 4, 8, 9, dan 11
8.Dinas Tata Kota Surat IPB 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, dan 13
9.Dinas Tata Kota SITU 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 14
10.Dinas Perindagkop SIUP 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, dan 15
11. Kantor Walikota Surat TDP 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 15 dan 16
Belum lagi kalau gedung yang dipakai belum mempunyai IMB, maka perusahaan yang bersangkutan harus mengurusnya terlebih dahulu, kalau tidak maka tahapan di atas tidak dapat dilalui. Syarat-syarat untuk pengurusan IMB juga cukup banyak dan harus mengalami liku-liku birokrasi yang berbelit pula. Ditambah wajib AMDAL bagi perusahaan besar seperti Mall, Bank dan lainnya atau paling kurang harus mempunyai RPL (rencana pengolahan limbah) yang akan berhadapan pula dengan instansi Bapedalda dan Tata Kota kembali.
Mekanisme pengurusan ini hampir berlaku pada semua daerah kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Terlihat disini tidak ada koordinasi sama sekali antar dinas/instansi, masing-masing membuat persyaratan tersendiri, dan bagi perusahaan yang ingin mengurus izin-izin tersebut terpaksa dan harus melalui urutan meja birokrasi di atas. Banyak perusahaan yang harus memenuhi syarat-syarat tumpang tindih dan dicopy berkali-kali, tetapi diminta kembali dan kembali. Belum lagi masing-masing dinas/instansi mengklaim bahwa izin melalui kantornya berkisar antara seminggu sampai sebulan. Coba bayangkan berapa bulan yang harus dilewati oleh perusahaan yang ingin mengurus izin sampai TDP, belum lagi kepala dinas/instansi yang tidak berada di tempat yang tidak dapat diwakili oleh bawahannya, kadang kala membutuhkan waktu yang lebih lama lagi, paling cepat mencapai waktu yang harus dikorbankan sampai selesai TDP adalah 4 bulan. Yang lebih menyakitkan lagi ada dalam satu dinas bergeraknya bahan kepengurusan harus dibawa sendiri oleh pemohon yang bersangkutan kalau tidak maka bahan kita akan mentok hanya sampai di meja yang bersangkutan. Misal kalau bahan kita sudah sampai pada bidang kepengurusan IPB setelah kita mengurus rekomendasi Damkar kita harus minta surat untuk membayar pajak reklame dan retribusi kebersihan pada Dispenda, kemudian dibawa kembali ke Dinas Tata Kota, yang saya alami seharusnya selesai IPB, dapat langsung bergerak ke bidang pengurusan SITU dalam mekanisme kantor itu sendiri, namun sempat lama tertahan karena yang ‘mendap’ dibagian IPB. Kita harus ambil bahannya kembali lalu kita antar ke bagian SITU, disini terasa sekali betapa tidak efisiennya mekanisme kerja suatu instansi. Bagi kita yang sebagai pemohon merasa bosan dan lelah menghadapi hal yang demikian.
Pada sisi lain, birokrasi yang sangat ruwet dan bertele-tele, waktu yang digunakan cukup lama, malah biaya yang dibebankan sangat tidak transparan, mulai yang dibebankan antara Rp. 250.000 sampai jutaan rupiah untuk satu surat izin. Memang ada yang menetapkan secara resmi, namun pasti ada biaya tambahan yang harus dibayar perusahaan yang jumlahnya tidak menentu, dan kadang-kadang tergantung pula pada jenis usahanya apakah merupakan ‘lahan kering atau lahan basah’. Kalau ‘lahannya berair’ maka beban biaya tambahan pasti akan lebih banyak. Kadang kala sering pula ditemui bahwa besarnya biaya ditentukan pula oleh siapa pemilik perusahaan, maaf, untuk teman kita yang warga keturunan atau untuk kelompok etnis tertentu sering pula diminta dibayar lebih dengan berbagai dalih, walaupun tidak semua dinas/instansi bertindak sama.
Inilah sabagian liku-liku yang pernah saya alami sebagai konsultan dalam penyusunan studi kelayakan dan pendirian badan usaha yang notabene memang waktu sudah disediakannya untuk kepengurusan izin tersebut. Sangat tidak terbayangkan oleh kita kalau yang mengurus tersebut adalah pemilik perusahaan yang harus memikirkan kelancaran usahanya sekaligus ketakutan diperiksa oleh instansi pemerintah mengenai perizinan. Ketakutan sebagian ‘kelompok keturunan’ mengurus sendiri merupakan bagian yang paling sulit yang harus mereka lalui. Tetapi yang pasti, saya tidak yakin kalau perusahaan tidak ingin mengurus perizinan yang diperlukan kalau tidak karena keruwetan prosedur kepengurusan yang disyaratkan oleh instansi pemerintah itulah yang menjadi momok bagi mereka.
Berdasarkan informasi dan pengalaman aktual tersebut, saya rasa pemerintah daerah perlu melakukan reposisi terhadap prosedur pengurusan izin, konsolidasi antar instansi perlu dilakukan secara cepat agar prosedur dan proses pengurusan dapat dipermudah dan dipercepat. Kalau tidak jangan disalahkan pengusaha yang tidak ingin menguruskan SIUPnya, alangkah tidak adilnya kalau kita menyalahkan mereka pada hal pelayanan dari dinas/instansi pemerintah yang menyebabkan mereka enggan untuk mengurus izin yang diperlukan. Sangatlah ironis pada satu sisi kepala daerah ‘berkoak-koak’ kami siap menerima sebesar-besarnya bagi para investor untuk menanamkan modalnya di daerah masing-masing, namun disadari atau tanpa disadari ternyata perngkat yang dimiliki tidak mendukung, hanya untuk pengurusan izin mereka harus mengalahi hal-hal yang sangat menghambat masuknya kegiatan investasi. Kata ahli-ahli ekonomi ”pembanguan suatu daerah tidak akan pernah maju kalau peran swasta tidak diberdayakan , pemerintah pasti tidakkan mampu untuk menggerakkannya sendiri”. Oleh sebab itu ada beberapa langkah yang disarankan untuk mengatasi permasalahan di atas: (1). pemerintah daerah harus melakukan konsolidasi antar instansi agar dapat dibentuk pelayanan satu atap atau yang lebih sederhana, (2). bagian-bagian yang ada dalam satu dinas/instansi yang berhubungan dengan salah satu syarat di atas dapat saja menyerahkan sebagian wewenangnya pada dinas yang ditunjuk atau dibentuk sendiri, (3) biaya-biaya harus transparan sehingga PAD dapat ditingkatkan, (4). syarat-syarat yang perlu dipenuhi oleh pengusaha cukup untuk meja birokrasi yang lebih awal, sedangkan berikutnya jangan diminta lagi syarat-syarat yang sama, (5). melakukan pemutihan untuk hal-hal tertentu, (6). demi untuk meningkatkan PAD dapat saja tarif izin yang diperlukan disesuaikan dengan letak strategis perusahaan tapi harus jelas ada Perda yang mengaturnya, dan (7). membedakan jenis SIUP berdasarkan besar kecilnya perusahaan, kadang tidak logis SIUP untuk Mall sama dengan SIUP untuk toko manisan kecil, biaya, beban dan waktu yang disediakan juga sama.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar